Minggu, 03 April 2011

Agama

Agama
Misbahudin

A

gama adalah salah satu kosakata yang nampaknya tak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia. Keyakinan atau ketidakyakinan terhadap agama telah memberikan inspirasi dan warna bagi peradaban umat manusia. Agama sepertinya memasuki semua ruang aktifitas manusia, ekonomi, politik, sosial, budaya, sains, teknologi maupun aktifitas biologis sehari-hari tanpa terkecuali. Terserah manusia peduli atau acuh terhadap agama itu.

Bila seperti itu kenyataannya, ada baiknya bila kita membicarakan kembali apa itu agama? Agar keberimanan terhadap suatu ajaran agama tersebut juga disertai dengan pengetahuan, pengertian, pembuktian atau argumentasi.

Definisi Agama (Din)

Dari bahasa Sansekerta didapatkan pengertian bahwa agama adalah keteraturan, sementara dalam bahasa Arab didapatkan pengertian bahwa agama (din) adalah balasan atau ketaatan. Dalam Alquran surat Al Fatihah ayat 4 disebutkan “Maliki yaumiddin - (Dialah) pemilik (raja) hari pembalasan” . Sementara menurut istilah ilmu Ketuhanan (Teologi/Kalam) agama adalah sekumpulan keyakinan, hukum dan norma yang akan mengantarkan seseorang pada kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Dari pengertian tersebut, dapatlah diketahui bahwa agama mempunyai tiga dimensi yaitu; sistem keyakinan (aqidah), hukum (syariat), dan norma (akhlaq). Ketiganya saling berkaitan dan melengkapi. Tidak boleh disangsikan salah satunya jika seseorang ingin beragama dengan benar.

Teori Munculnya Agama

Menurut Syahid Murtadha Muthahhari (manusia dan Agama, Mizan, 45) dari dominannya peran agama dalam kehidupan manusia sehari-hari, muncul berbagai hipotesis atau teori berkenaan dengan munculnya suatu agama. Misalnya ;

1. Agama adalah produk dari rasa takut manusia.

Manusia karena kondisi alam yang ganas seperti banjir, badai topan,ataupun gunung meletus dsb timbul rasa takutnya sehingga akhirnya merasakan perlu adanya sosok(dzat) yang mampu melindungi dan menjaga mereka (Tuhan). Hal ini bisa juga muncul karena ketakutan terhadap adanya hari pembalasan dan siksa neraka. Jadi, menurut mereka (kaum materialis) jika manusia tidak mempercayai adanya siksa neraka dan sudah tidak merasa ketakutan lagi, maka agama tidaklah dibutuhkan.

2. Agama adalah produk dari kebodohan

Agama menurut teori ini lahir karena ketidakfahaman manusia terhadap hukum alam dan sains yang belum berkembang, lalu dinisbahkanlah peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini dengan hal-hal yang metafisik (seperti kehendak Tuhan). Konsekuensi dari teori ini adalah bahwa dengan makin pintarnya seseorang, maka makin jauhlah ia dari agama. Orang yang mau beragama menurut teori ini hanyalah orang bodoh yang kurang kerjaan saja. Orang pintar tak perlu lagi agama.

3. Agama adalah produk dari keinginan orang untuk mendapatkan keadilan dan keteraturan.

Menurut teori ini, manusia menyaksikan kedzaliman dan ketidakadilan terjadi. Lalu manusia menciptakan agama sebagai sistem untuk mengatur kehidupannya agar tercipta keteraturan dan keadilan. Jadi, konsekuensinya adalah bila manusia sudah mampu menciptakan Undang-undang yang mengatur kehidupan manusia misalnya dalam suatu tatanan negara, maka hukum agama sudah tidak diperlukan lagi. Tuhan sudah tidak harus ditaati lagi. Toh pada prinsipnya hukum agama banyak yang sama dengan hukum yang diciptakan oleh manusia, buat apa perlu bertuhan? Kalau manusia sendiri saja mampu membuat hukum.

4. Agama sebagai produk penguasa

Hipotesis ini diungkapkan kaum Marxis karena melihat bahwa kelas penindas (penguasa) ingin mempertahankan statusnya sehingga agama hanyalah dijadikan alat propaganda penguasa saja. Para ulama/pendeta dan penganjur agama tsb hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah yang korup (penindas). Menurut mereka, kaum tertindas (rakyat) harus keluar dari jerat doktrin agama dan melakukan perlawanan terhadap penguasa. Rakyat tidak usah takut terhadap penguasa tetapi harus melawan (termasuk juga doktrin agama) agar bisa hidup sejahtera. Agama hanya candu saja.

5. Agama adalah produk dari orang-orang lemah.

Menurut teori ini (berlawanan dengan teori ke empat) bahwa orang-orang yang tertindas baik secara ekonomi, maupun seksual dsb, menciptakan agama agar mampu menampung aspirasi mereka. Orang yang lemah menganjurkan melalui agama adanya norma seperti kedermawanan, kesabaran, kerendahhatian, kasih sayang dsb agar orang-orang kuat (kaya) mau peduli terhadap mereka. Jadi kalau tidak ada lagi orang yang lemah (miskin), pada akhirnya agama sudah tidak diperlukan lagi.

Teori-teori tadi sepintas lalu nampak mengandung kebenaran. Tapi bila kita jeli ada beberapa argumentasi bisa diajukan untukmenjawab dan menjelaskan duduk perkara dari teori -teori tersebut.

Bahwa agama muncul dari rasa takut memang ciri orang yang beragama. Tapi, rasa takut terhadap hari pembalasan dan siksa Tuhan dirasakan ketika orang sudah meyakini keberadaan Tuhan terlebih dahulu, bukan takut dulu lantas percaya terhadap keberadaan Tuhan. Agama juga bukan ciptaan orang bodoh, karena banyak para cendekiawan maupun profesor yang beragama dan dikenal taat. Sebaliknya, banyak orang bodoh yang tak mau beragama.

Agama mempunyai hukum (syariat) yang tak hanya mengatur masalah hubungan antarsesama manusia, tapi juga terhadap alam dan sang pencipta. Syariat mengatur tata cara ibadah yang benar. Agama juga tak selalu muncul dari penguasa yang dzalim atau pun dari orang lemah. Nabi Daud dan Sulaiman adalah nabi sekaligus raja, nabi Muhamad adalah seorang bangsawan quraisy yang kaya (pedagang). Mereka semua adalah penguasa yang membela orang-orang yang lemah. Dengan semua bantahan ini berarti teori-teori tentang kemunculan agama tersebut gugur (tidaklah tepat). Faktor munculnya agama berarti berasal dari sesuatu yang lain.

Fitrah dan Agama

Manusia jika mengandalkan inderanya saja (kemampuan fisik)- sebagaimana telah kita bahas sebelumnya - akan jatuh pada derajat yang lebih rendah dari binatang. Hal dikarenakan fisik manusia yang lemah. Dari ke lima panca indera yang dipunyainya, beberapa binatang jauh memiliki keunggulan dibandingkan manusia. Tapi manusia memiliki keunggulan ruhani berupa akal dan hati. Sehingga segala apa yang ada di langit dan di bumi ditundukkan untuk manusia. Allah swt berfirman: “Sungguh telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami berikan mereka kekuasaan di darat dan di laut, serta kami anugerahkan mereka rezeki. Dan sungguh kami muliakan mereka di atas makhluk kami lainnya.” (QS Al Israa : 70). Dan karunia terbesar yang termasuk dimensi ruhani tersebut adalah fitrah. Agama dalam hal ini termasuk fitrah yang dimiliki manusia. Jadi jawaban pertanyaan mengapa agama selalu melingkupi dan mewarnai perjalanan sejarah manusia adalah karena unsur fitrah agama itu sendiri.

Dalam menentukan fitrah yang terdapat dalam diri manusia, para cendekiawan ataupun ulama terkadang berbeda menyebutkan jumlahnya tapi sebagaimana disebutkan oleh syahid Murtadha Mutahhari, bahwa manusia mempunyai lima fitrah dalam dirinya; kecenderungan kepada kebenaran, kecenderungan kepada kebaikan, kecenderungan kepada keindahan, kecenderungan untuk berkreasi, dan kecenderungan untuk mencinta (menyembah / beragama). Jadi, dari kecenderungan (fitrah) yang terdapat dalam diri manusia tersebutlah rasa keberagamaan (keimanan) terhadap dzat yang maha sempurna itu muncul. Dan dalam menyempurnakan misi wahyu kepada umat manusia yang terkadang lalai menggunakan potensi ruhaninyalah seorang nabi kemudian diturunkan.

Allah swt berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu kepada Din (agama) dengan lurus, sebagai fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan (QS Rum : 30). Jelaslah sudah bagi kita bahwa agama ternyata adalah salah satu fitrah kemanusiaan kita. Akankah kita ingkari fitrah itu dengan berhenti mencari pengetahuan yang benar mengenai agama yang benar pula? Mencari pemahaman Islam yang paripurna?. (MH,12/2003)