Oleh: Diding Sudirman**
Yang dimaksud individu disini adalah manusia. Manusia merupakan makhluk realis, yaitu makhluk yang mengakui adanya realitas atau kenyataan tentang dirinya dan lingkungannya. Realitas merupakan sebuah kebenaran yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Setiap yang ada adalah baik. Maka di alam realitas ini tidak ada yang yang namanya keburukan atau kesalahan. Karena setiap yang ada adalah baik, sedangkan yang buruk tidak memiliki realitas.
Sebagai individu realis, manusia memiliki kecenderungan untuk menyikai realitas. Karena realitas merupakan kebenaran, maka tentunya manusia akan memiliki rasa cinta terhadap realitas (kebenaran). Rasa cinta ini melahirkan (berefek terhadap adanya) tindakan yang memiliki tujuan tertentu. Tujuan inilah yang melandasi semua tindakan manusia secara sadar.
Manusia sebagai makhluk realis yang meyakini kebenaran dalam hidupnya melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan.
Yang dimaksud dengan tindakan adalah pekerjaan untuk memperoleh keinginan/tujuan. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan manusia pada dasarnya adalah kegiatan mengumpulkan sebab-sebab untuk menghasilkan akibat.
Tindakan manusia ada dua macam, yaitu tindakan yang disengaja dan tindakan yang tidak disengaja. Setiap tindakan yang tidak disengaja tidak memiliki nilai. Sementara tindakan yang disengaja memiliki nilai. Setiap tindakan manusia yang disengaja pasti memiliki tujuan. Tujuan tersebut adalah untuk kepentingan atau kepuasan dirinya sendiri (prudensialitas). Sehingga setiap manusia adalah makhluk egois yang cinta diri (individualis)
Tindakan manusia yang disengaja (disadari) harus memenuhi syarat adanya:
1. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang perbuatan yang hendak dilakukannya.
2. Motivasi, yaitu dorongan kuat atau alasan untuk melakukan perbuatan tersebut
3. Kehendak, yaitu niat dari subjek/pelaku perbuatan
4. Usaha, yaitu ikhtiar yang mengarah kepada proses pemenuhan sebab-sebab material untuk terwujudnya tindakan tersebut.
Ketika sebuah tindakan telah memenuhi syarat kesengajaan, maka tindakan tersebut akan telah bernilai. Nilai yang dimiliki tindakan yang disengaja adalah konsekuensi yang harus diterima. Hal inilah yang mengakibatkan setiap manusia yang melakukan perbuatan secara sadar (disengaja) akan mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatannya sendiri. Sehingga, penghukuman terhadap manusia hanyalah berlaku pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja.
Tindakan manusia sebagai makhluk realis mengarah kepada tindakan yang disenangi sebagai wujud dari cinta diri atau prudensialitas. Setiap wujud kesempurnaan (kesenangan, keamanan, kenyamanan, kegembiraan, dan lain-lain) merupakan poin-poin yang digandrungi manusia. Oleh karena itu, pasti semua perbuatan manusia mengarah kepada kesempurnaan.
Realitas yang diketahui oleh manusia memiliki keragaman bentuk dan nama. Karena realitas merupakan sebuah kebenaran, maka keragaman realitas merupakan keberagaman kebenaran juga. Jadi kebenaran itu beragam. Karena kebenaran melahirkan tindakan, maka kebenaran yang beragam melahirkan tindakan yang beragam pula. Tetapi tujuan dari setiap tindakan manusia adalah sama, yaitu prudensialitas. Tujuan ini akan membawa akibat kepada diri sendiri. Sementara sebab/akibatnya beragam. Karena tindakan memiliki sebab dan akibat.
Manusia yang memiki tujuan prudensialitas untuk kesempurnaan dirinya mempunyai kepentingan mengambil sesuatu dari keberadaan orang lain. Hal ini dikarenakan manusia adalah individu yang memliki kebutuhan dan kekurangan. Keadaannya yang tidak lengkap inilah yang memiliki konsekuensi kepada tindakan pemenuhan kebutuhan dengan cara mengganggu yanglain. Tabiat materi memang menghancurkan. Artinya, ketika manusia hendak melengkapi kekurangannya, maka dia akan mengganggu keberadaan yang lain. Sementara tabiat lain dari manusia adalah vitalitas. Untuk menjaga eksistensinya, manusia membutuhkan sesuatu dari luar dirinya. Contoh, ketika manusia lapar, maka dia akan menghabiskan makanan. Artinya ada eksistensi yang lain yang dikorbankan oleh manusia (untuk makan daging, dia harus membunuih hewan. Untuk makan nasi, dia harus menghancurkan padi).
Setiap orang mempunyai tujuan prudensial masing-masing. Ketika si A memiliki suatu tujuan, maka orang lain akan memiliki tujuan lain yang menjadi kontra dari tujuan si A. Bisa jadi tujuan tiap-tiap orang berbeda sehingga saling mengganggu dan merugikan tujuan atau kepentingan orang lain. Oleh karena itu untuk menghindari pertentangan yang menyebabkan kehancuran harus dibuat kesepakatan atau kerangka tujuan bersama dari setiap individu yang dapat menjaga setiap kepentingan (konvensi). Konvensi ini dibuat karena adanya prinsip-prinsip yang sama dan perbedaan dari kepentingan setiap orang. Kovensi ini dihasilkan melalui proses diskusi, dialog atau forum rembug bersama lainnya, semisal pemilu.
Setelah terbentuk konvensi, perlu dibuat konstitusi (aturan tertulis) sebagai acuan atau tata tertib dalam hidup bersama. Proses ini yang dengan sendirinya telah membentuk sebuah masyarakat. Tentunya, dalam kehidupan bermasyarakat akan terjadi tarik menarik kepentingan. Metode yang dilakukan untuk meredam terjadinya friksi yang tidak diinginkan maka lahirlah politic bargaining atau negosiasi dan lobi.
Istilah negara pada hakikatnya muncul ketika terjadi kesepakatan di masyarakat berhubungan dengan keadaan masyarakat yang semakin luas wilayah teritorialnya dan geografisnya. Tentu saja sebuah negara akan terbentuk jika terpenuhi syarat-syaratnya. Diantara syarat berdirinya sebuah negara adalah adanya pemerintahan, rakyat, wilayah, hukum, dann penegak hukum. Jika sebuah negara tertib dalam hukumnya (kesepakatannya) serta ada konsistensi setiap individu untuk mematuhi hukum tersebut, maka akan terwujud masyarakat yang dirahmati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar