Selasa, 08 Maret 2011

TEKS

TEKS

Strukturalis membentuk adanya struktur atas dan struktur bawah. Strukturalis menciptakan konsep sign/TANDA. Kedua struktur masyarakat melakukan pemaknaan/meaning terhadap sign. Pemaknaan ini dilakukan untuk mendapatkan TRUTH/kebenaran. Jadi truth bisa datang dari struktur atas dan bawah. Kedua struktur ini membentuk pemaknaan kebenaran, yang memunculkan STRUKTURASI.

Dalam sistem informasi, paham strukturalis memahami langue secara denotatif. Yang dipahami oleh strukturalis adalah objek. Sedangkan Post Strukturalis mempelajari interpretasi (sistem penandaan). Ia memahami parole dengan makna konotatif. Yang dipahaminya adalah subjek.

Sehingga TEKS yang melahirkan intertekstrualitas (bahwa: sebuah tanda akan berbunyi jika dihubung-hubungkan) dipandang oleh strukturalis dengan adanya hubungan-hubungan antara teks. Ada suatu tanda yang merujuk kepada hubungan dengan tanda-tanda lain. Sementara post strukturalis memandang bahwa tidak ada hubungan antar teks (setiap teks berdiri sendiri). Pemaknaan terhadap struktur atas dan bawah tidak begitu saja ada. Pasti dibuat.

Proses pengiriman SIGN dari SENDER (pengirim) kepada RECEIVER (penerima) telah menyebabkan adanya interpretasi (pemaknaan tanda) oleh receiver.

Betapapun, dalam masyarakat truktur atas dan bawah akn melakukan interpretasinya masing-masing. Struktur atas disebut ELIT INTERPRETER. Srtuktur bawah disebut MASS INTERPRETER/mass altern/sub altern. Kedua struktur ini melakukan interpretasi terhadap sign. Sehingga sign pada dasarnya dapat diproduksi (dibuat) untuk dijual. Yang dijual adalah makna/maksud. Tujuan dari produksi itu adalah supaya makna dapat dibeli atau minimal diperhatikan oleh orang lain (konsumen). Dan keuntungannya adalah untuk KAPITALIS. Muncullah TEORI PRODUKSI dari Karl Marx.

Tanda itu sifatnya

- a history

- sincronic

- no reference

- no reason

sifat-sifat tanda ini menjadi modal bagi POST MODERNISME dalam teorinya. Bahwa ada kecurigaan terhdap segala sesuatu yang berasal dari sejarah. Bahwa terdapat sebuah tanda yang maknanya terputus dari aslinya. Seperti kata CAT (sebagai kucing) menjadi CAT (cat warna pelapis) dan CATWALK (panggung tempat berjalan para model). Hal ini dimungkinkan karena cara berjalannya para model menyerupai cara berjalannya kucing. Tetapi itu semua tidak menjadi alasan dibuatnya kata catwalk. Ini membuktikan bahwa makna itu bersifat tidak tetap atau selalu berubah. Sehingga yang ada hanyalah MAKNA YANG TERTUNDA/deference (J.J. Derida). Terciptanya tanda dan makna hanyalah proses DUCKTING (penjiplakan asosiasi), yaitu mengambil asosiasi dari asosiasi yang lain tanpa ada referensinya. Karena tidak ada referensi inilah mak sifat kultur studis dia meminjam tanda-tanda tentang sesuatu sehingga pola post modernisme adlah mengambil suatu definisi/teks/tanda kemudian didekonstruksi atau diredefinisi. Hal ini sebenarnya tidak menyelesaikan masalah.

Contoh:

Kata OVERDOSIS AGAMA

  1. diambil dari obat dalam medik
  2. diambil metodologi obat/dosis
  3. tidak ada penyimpulan, sebab setiap orang punya penafsiran berdasarkan parole masing-masing

sehingga ARGUMENTASI SESEORANG dapat dijadikan ARGUMENTASI UMUM.

Dapat disimpulkan bahwa kelemahan POSMO/kultur studis adalah tidak memahami metode. Siapa yang memproduksi kebenaran?

Kultur studis/posmo merupakan produk lain dari kapitalisme.

Sistem produksi:

  1. produsen bukan raja
  2. produsen harus ikut konsumen
  3. konsumen adalah raja

Dalam INTERTEKSTUALITAS suatu realitas dan fiksi adalah berimpitan. BUY AN ATTENTION (dengan televisi). Maka dijuallah produk yang digemari masyarakat. Seperti EUFORIA (perayaan), EXTACY (haru-gembira), MASOKIS (kesedihan beramai-ramai), FOBIA (ketakutan). Padahal pertunjukan ini hanyalah REALITY SHOW, yaitu pertunjukan realitas masyarakat. Dengan kata lain produsen menjual masyarakat untuk kembali dibeli oleh masyarakat.

Sign sama dengan teks. Dan dapat dikritik. Sehinga kultur studis melahirkan feminisme. Dia menarik tanda-tanda yang dilupakan orang. Jadi sifat asli kultur studis adalah MENGANGKAT TEKS-TEKS YANG TERLUPAKAN.

Menurut pandangan post strukturalis (semiotician) bahwa MASYARAKAT adalah READING (teks)—reading of the society. Hingga yang namanya studi budaya adalah studi politik, yaitu mempolitisir sesuatu.

Adanay kenyataan struktur atas dan bawah/publik pasti memiliki IDEOLOGI. Dengan demikian harus ada APARATUR IDEOLOGI. Maka struktur atas dan publik masing-masing memiliki AGEN IDEOLOGI. Dari sini muncul STRUKTURASI.

Jadi teori strukturasi (Antonio Gidden) merupakan tahap lebih lanjut setelah teori hegemoni (Gramsci)

Tidak ada komentar: